Tuesday, April 28, 2015

Prolog

Hujan jatuh perlahan
Merembesi tiap harap yang tertahan
Dan pada kata yang tak tersampaikan,
dititipkan sebuah pesan ; kerinduan

Malam kedatangan nyalang
Ditengarai hujan yang tak kunjung hilang
Ada makna di balik wajah itu ; pulang

Angin menyusup rintik
Ialah kau dan hujan yang sama-sama tahu bagaimana caranya menyimpan dan menyibak kenangan dalam pandora yang cantik
Tak peduli meski langit sedang sangat sarkastik
Bahwa segala tentang kita, begitu dingin dan mistik

Jika rindu diartikan kepulangan
Kemarilah bicara tentang penantian
Seperti murai yang mengabdi pada pagi dan rerimbunan
Seperti fajar keemasan, yang terjaga saat kota lahir sampai tiba sesak pencarian
Seperti jarak yang tak bertepi ; pengharapan



(Kolaborasi Puisi Ketengan Bersama Kenang Sukmo Ajie)

Saturday, April 18, 2015

Lelatu Hari Minggu

Pagi itu ada yang meletup
Sebuah kerinduan yang mengerjap dalam degup
Dikisahkan desau alam yang setia pada pagi dan udara merah jambu
Namamu disitu
Tertera tak berragu
Bergelayut pada wajah yang menantang masa lalu

Sore itu ada yang meletup
Di atas kemacetan Jakarta
Di bawah langit biru pucat menuju jingga
Seorang kawan mengisahkan carik-carik roman di antara reguk susu dingin hingga manisnya tak bersisa
Mungkin hanya pelipur lara
Mungkin juga mengandung doa
Ah, rupanya semesta mendengar dengan saksama

Malam itu ada yang meletup
Sebait sapa tanpa rasa gugup
Melesat. Mendesing. Berkilatan cahaya
Seolah rona memang diundang hadir ke udara
Untuk menjawab beragam terka