Saturday, July 2, 2016

Sebab, di luar Hujan

Aku ingin menangkupmu
Dalam semangkuk rindu
Mengirup uap hangat yang menguar cepat
Sebab, di luar hujan

Aku ingin melumatmu tak bersisa
Hingga ke tiap liuk dan geliat yang tercipta
Sebab, di luar hujan

Aku ingin menyeruputi derai yang menciptakan senyap
Mengobati riuh hasrat dengan kejap
Sebab, di luar hujan

Maka kemarilah,
Wahai indomie rebus soto ayam

Sebab, di luar hujan

...

Puisi dan Nama adalah Doa

Aku hendak menuliskan puisi romantis
Pada malam yang risau dan gugup
Sebab wajahmu tak tertelan oleh pekatnya malam: lampu-lampu padam
dan semua tubuh begitu khusyuk membunuh lelah dari asap knalpot dan setumpuk tuntutan di meja kerja
Kau mengerling tak kenal waktu
Menyusupi langit-langit kamar juga rak buku

Aku hendak menuliskan kisah utopis
Pada pagi yang berdebar dan malu
sebab hangat kedua lenganmu
menyatu dalam secangkir teh yang kuseruputi
Berkepulan dalam hirup yang mendulang lesung di pipi

Aku hendak menulis lagi di lain hari
kali ini bukan puisi
bukan juga utopia dari mimpi:


Sebaris namamu

Derit Roda dan Isi Kepala

(1)
Kita pulang
Meninggalkan ruang yang berjejal peluh dan wajah kuyu
Melewati rimbun semak, jalan setapak, juga ranting-ranting patah
yang melahirkan pengakuan dan puisi
menuju stasiun yang menyisakan lengang dan sepi

Yang ramai hanya derit barisan roda
barangkali juga isi kepala

(2)
 Kita pulang
Memanggul rindu dari balik punggung yang melintas
Memasuki peron yang menjaraki sapa dan tanda tanya

Berlaju memecah angin berdebu
Juga celah di antara tatap yang tak lagi bertemu

(3)
Kita pulang
Memalingkan wajah menuju entah
Membasuh malam
Meniduri pikiran-pikiran kusut

Mengurai waktu
lalu bersetia menunggu