Aku terbangun
Pada sebuah gigil yang tak asing
Berselimut sabda dan perkara yang tak sedikitpun terlupa
Meninggalkanmu sendiri dalam angan
Tanpa sebuah pelukan dan jabat tangan
Membawa kembali sebuah takdir dalam terka yang berantakan
Lamat-lamat kutelan wajahmu
Dari secangkir kerinduan yang pekat
Hitam tanpa karat
Menelan getir yang memutar babak-babak tak beraturan; Syair-syair, angin dingin yang berdesir, serta perasaan dan prasangka yang kerap mampir lalu mangkir
Kita menyatu. Menurutku.
Terserah saja bila untukmu semua telah menjadi saru
Tapi lengkung keemasan pada tiap malamku tetaplah sudut bibirmu
Inilah sebuah kerinduan yang pekat
Pahit.
Namun penuh pesona untuk tetap digamit
No comments:
Post a Comment